Selasa, 04 Februari 2014

Makalah aktualisasi pancasila

TUGAS PANCASILA



AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA
 DI LINGKUNGAN KAMPUS
MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN PEMBIMBING IBU NOVIANA AHMAD PUTRI

DISUSUN OLEH:
AULIA SINDHU WIDIASTUTI                 (7311413238)
SEPTIANA AINUN NA’IM                       (4201413027)
HERDWIANSYAH AL IRFAN                  (5201413031)
M. MIFTAKHUL HIDAYAT                       (5202413005)


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

Aktualisasi Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
Di Lingkungan Kampus
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Pancasila
Dosen Pembimbing Ibu Noviana Ahmad Putri

Disusun oleh:
Aulia Sindhu Widiastuti         (7311413238)
Septiana Ainun Na’im            (4201413027)
Herdwiansyah Al Irfan           (5201413031)
M. Miftakhul Hidayat             (5202413005)

Universitas Negeri Semarang
2013

Kata Pengantar
Assalamua’alaikum wr.wb
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah yang berjudul “Aktualisasi Pancasila sebagai Paradigma kehidupan bangsa Indonesia di Lingkungan Kampus” ini khusus disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Materi disajikan secara sistematis sehingga mudah untuk dipelajari.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama Ibu Noviana Ahmad Putri selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas dan teman-teman satu kelompok yang telah menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan atau belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb









BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting. Pancasilapun harus diwariskan kepada generasi muda bangsa berikutnya melalui pendidikan dan tindakan nyata di lingkungan kampus. Tanpa usaha mewariskan Pancasila kepada generasi muda khususnya mahasiswa di lingkungan kampus, Negara dan bangsa akan kehilangan hasil budaya atau kultural yang sangat penting itu.
Pancasila sebagai paradigma kehidupan di lingkungan kampus menjadi suatu acuan/pedoman agar mahasiswa mempunyai sikap, perilaku Pancasila yang nantinya dapat sebagai bekal untuk hidup di lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat selain menjadi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila juga sebagai sarana untuk belajar mengaktualisasi Pancasila di lingkungan kampus.   












1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Apa yang dimaksud Tri Darma  Perguruan Tinggi sebagai sarana mencapai tujuan Perguruan Tinggi
1.2.2        Bagaimana penumbuhan moral etika Pancasila di lingkungan kampus?
1.2.3        Bagaimana fungsi mahasiswa dalam kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik?
1.2.4        Bagaimana peran mahasiswa di masyarakat?
1.2.5        Mengapa kampus sebagai kekuatan moral pengembangan hukum dan HAM?

1.3  Tujuan dan Manfaat
1.3.1        Memahami dan mengerti yang dimaksud dengan Tri Darma Perguruan Tinggi sebagai sarana mencapai tujuan Perguruan Tinggi.
1.3.2        Memahami dan mengerti penumbuhan moral etika Pancasila di lingkungan kampus.
1.3.3        Memahami dan mengerti fungsi mahasiswa dalam kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik.
1.3.4        Memahami dan mengerti peran mahasiswa di masyarakat.
1.3.5        Memahami dan mengerti kampus sebagai kekuatan moral pengembangan hukum dan HAM.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tri Darma Perguruan Tinggi sebagai sarana mencapai tujuan Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk:
1.      Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2.      Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Penyelenggarakan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud berpedoman pada:
1.      Tujuan pendidikan nasional;
2.      Kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan;
3.      Kepentingan masyarakat, serta;
4.      Memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perguruan tinggi menyelenggarkan kegiatan yang disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni kegiatan yang terdiri dari:
1.      Pendidikan, merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan IPTEK, dan seni.
2.      Penelitian, merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metodologi, model, atau informasi baru guna memperkaya IPTEK dan seni.
3.      Pengabdian kepada masyarakat, merupakan kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.

Dengan penyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi keluaran yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah:
a.       Pendidikan
Lulusan perguruan tinggi, serta peningkatan produktivitas masyarakat karena terlibatnya lulusan dalam proses produksi.
b.      Penelitian
Pengetahuan, ilmu dan teknologi baru, serta nilai tambah (dalam arti luas)
Yang terjadi karena penyebarluasan hasil penelitian.
c.       Pengabdian kepada masyarakat
Pengetahuan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di masyarakat serta peningkatan kepercayaan dan kehendak masyarakat untuk melibatkan perguruan tinggi dalam masalah pembangunannya.












2.2  Penumbuhan Moral Etika Pancasila

Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang cenderung brutal dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat maupun daerah.
Hal ini menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan bahkan tuntutan untuk melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan disintregrasi bangsa. Disini pula dikarenakan hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi, kesadaran pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar agama, kurangnya penyadaran sosial, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan isi SARA.Yang justru menyebabkan meledaknya kerusuhan di beberapa tempat. Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan pada kita bagaimana cara mencipatakan situasi demokrasi melalui BPUPKI–PPKI dengan melakukan perdebatan dan pemufakatan disaat-saat mempersiapkan kemerdekaan. Bahkan saat proklamasi hingga pengesahan UUD 1945 mereka tetap bersatu hingga Negara Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan hanya masalah yang menyangkut pengaturan kekuasaan Negara, melainkan juga terkait cara hidup antar kelompok masyarakat yang sangat pluralis dimana persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara bersama. Maka muncullah pemikiran kearah desentralisasi pemerintahan yang kurang lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat modern dan demokratis. Namun terjadinya kerusuhan dibeberapa tempat, kekejaman bahkan pembunuhan antar masyarakat etnis bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab bagi bangsa Indonesia keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang begitu luas yang konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang beraneka ragam harus diterima dan dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah mengatasi pluralisme dari kerawanan menjadi asset nasional.
Cara mengatasinya yakni dengan “Etika Pluralisme”, yakni etika yang mengajarkan sopan santun dalam sikap dan mau menerima beda pendapat dalam musyawarah dan mufakat sebagai penjelmaan demokrasi Pancasila.
Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa dapat diciptakan dan menghindari disintregrasi bangsa.Sarana yang sangat strategis yakni dengan pendidikan Pancasila. Untuk itulah maka revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta moral etika Pancasila harus terus-menerus dikembangkan.


1.      Tradisi Kebebasan Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik.

A.    Kebebasan Akademik

Sejak universitas pertama kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan yang selama itu dipegang oleh gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua pimpinan agama memegang kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-kebebasan bagi masyarakat melalui mimbar (excathedra). Pada masa itu kebenaran dan keadilan masih dikendalikan oleh kesejajaran (juxtaposition) antara simpulan yang ditarik dari tafsir agama dan yang merupakan hasil proses penalaran oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas.
Tidak jarang simpulan tersebut menghasilkan pertentangan pandangan (contra position) dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad pertengahan dapat diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk mencapai kebenaran:
a.       Bahwa masyarakat ilmiah perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
b.      Sikap avveroisme (kelompok ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari gereja ) semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam mencapai kebenaran.
c.       Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi itu bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini segala pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah pengertian yang setara bagi kemajuan.

Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa). Dalam hal ini sivitas akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang mencangkup serangkaian langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai kebenaran, analisis, dan simpulan.

B.     Kebebasan Mimbar Akademik

Dalam perkembangan dan penyelenggaraan otonomi kampus bagi perkembangan ilmu pengetahuan muncul istilah kebebasan  mimbar akademik, yaitu proses pengembangan ilmu lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik). Kebebasan mimbar akademik lebih ditekankan pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan dalam laboratorium dan perpustakaan. Media untuk pengembangan mimbar akdemik lebih ditekankan pada diskusi, seminar, dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen dan mahasiswa akan berada dalam suatu pola interese, yaitu berada pada satu tatanan bahasa yang bersifat setara (VIS a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang mimbar (ex cathedra). Posisi pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor). Ia memiliki otoritas sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
Suria Sumantri (1986: 27) menyebut mahasiswa sebagai setengah ilmuwan,yaitu mahasiswa belum memiliki kewibawaan penuh pemegang otoritas dalam kegiatan ilmu. Fungsi mahasiswa menjadi cukup strategis dalam kegiatan keilmuan yang mengarah pada perkembangan peradaban manusia dan teknologi. Pertama, pada proses pengembangan ilmu mahasiswa, mahasiswa merupakan pelaku muda (colega minor)yang sedang belajar dan mengalami bimbingan dari dosen (colega mayor). Mahasiswa akan mengalami pendewasaan diri sebagai ilmuwan. Kedua, pada proses pengembangan ilmu, mahasiswa merupakan pelaku muda yang pada umumnya sedang mengalami bimbingan dari para dosen. Dalam hal ini mahasiswa sering kali memerlukan media tukar pendapat, dialog kritis untuk saling memberi masukan.


















2.3 Peran Mahasiswa dalam Masyarakat
Dalam Peraturan Pemerintah RI No.30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.
Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat
Mahasiswa dapat dikatakan sebagai sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat yang dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat.
Berikut ini beberapa peran mahasiswa dalam masyarakat :
1.      Agent Of Change ( Generasi Perubahan )
Mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan artinya jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu salah, mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan sesungguhnya. Dengan harapan bahwa suatu hari mahasiswa dapat menggunakan disiplin ilmunya dalam membantu pembangunan Indonesia untuk menjadi lebih baik ke depannya.
Mahasiswa adalah salah satu harapan suatu bangsa agar bisa berubah ke arah lebih baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa dianggap memiliki intelek yang cukup bagus dan cara berpikir yang lebih matang, sehingga diharapkan dapat menjadi jembatan antara rakyat dengan pemerintah.
2.      Social Control ( Generasi Pengontrol )
Sebagai generasi pengontorol seorang mahasiswa diharapkan mampu mengendalikan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis, mahasiswa juga harus pintar dalam bersosialisasi dan memiliki kepekaan dengan lingkungan. Mahasiswa diupayakan agar mampu mengkritik, memberi saran, dan memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa, memiliki kepekaan, kepedulian, dan kontribusi nyata terhadap masyarakat sekitar tentang kondisi yang teraktual. Asumsi yang kita harapkan dengan perubahan kondisi sosial masyarakat tentu akan berimbas pada perubahan bangsa. Intinya mahasiswa diharapkan memiliki sense of belonging yang tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Tugas inilah yang  dapat menjadikan dirinya sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang senantiasa mencarikan solusi berbagai problem yang sedang menyelimuti mereka.
3. Iron Stock ( Generasi Penerus )
            Sebagai tulang punggung bangsa di masa depan, mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya di pemerintahan kelak. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan bangsa Indonesia . Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam hal ini mahasiswa diartikan sebagai cadangan masa depan. Pada saat menjadi mahasiswa kita diberikan banyak pelajaran, pengalaman yang suatu saat nanti akan kita pergunakan untuk membangun bangsa ini.
4. Moral Force ( Gerakan Moral )
Mahasiswa sebagai penjaga stabilitas lingkungan masyarakat, diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar terjadi hal-hal yang menyimpamg dari norma yang ada, maka mahasiswa dituntut untuk merubah dan meluruskan kembali sesuai dengan apa yang diharapkan. Mahasiswa sendiripun harus punya moral yang baik agar bisa menjadi contoh bagi masyarakat dan juga harus bisa merubah ke arah yang lebih baik jika moral bangsa sudah sangat buruk, baik melalui kritik secara diplomatis ataupun aksi.
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam  hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan  masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu  menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.













2.4 Kampus sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kampus merupakan wadah atau tempat di mana mahasiswa menuntut ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi yang umumnya biasa kita sebut itu tentu di dalamnya tidak lepas dari peran mahasiswa yang merupakan objek utama yang dijadikan hal pokok dalam permasalahan ini.
Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan manusia. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Oleh karena itu, dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ke-Tuhanan dan kemanusiaan.
Kampus Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tatib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai dengan tatib hukum Indonesia. Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV),  dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V). Selain itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum.
Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam menegakkan hak asasi seringkali kurang adil. Misalnya kasus pelanggaran di Timor-timur, banyak kekuatan yang mendesak untuk mengusut dan mernyeret bangsa sendiri ke Mahkamah Internasional. Namun, ratusan ribu rakyat kita. Seperti korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada kelompok yang mau memperjuangkannya. Padahal hak asasi mereka sudah diinjak-injak, jelaslah kejadian serta menderitanya mereka sama. Akan tetapi tetap tidak ada yang mau menolong.





Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap perilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aktualisasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan Bangsa Indonesia di lingkungan kampus menjadi suatu acuan/pedoman agar mahasiswa mempunyai sikap dan perilaku Pancasila yang nantinya dapat sebagai bekal untuk hidup di lingkungan masyarakat.

Saran
                Sebelum kita terlampau melangkah jauh, menyisakan jejak yang tidak pantas bagi seorang mahasiswa. Marilah kita kembali pahami arti dari keberadaan pancasila itu sendiri. Serta kita harus sadar diri, bahwa kitalah yang akan memegang Negara kita ini. Maka dari itu, mulai saat ini, biasakanlah berprilaku, bertindak bahkan menganbil keputusan dengan jiwa pancasila kita. Karena dengan itulah, akan terwujud bangsa yang makmur serta tujuan Negara akan mudah dicapa











DAFTAR PUSTAKA
Soegito A.T, dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang: Unnes Press
http://definisipengertian.com, diakses pada 25 November 2013 pukul 20.19 WIB
http://anitafaadi94.blogspot.com, diakses pada 25 November 2013 pukul 20.42 WIB



       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Search

Distributed By Free Blogger Templates | Designed By Seo Blogger Templates