AKTUALISASI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA
DI LINGKUNGAN KAMPUS
MAKALAH
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN
PEMBIMBING IBU NOVIANA AHMAD PUTRI
DISUSUN
OLEH:
AULIA
SINDHU WIDIASTUTI (7311413238)
SEPTIANA
AINUN NA’IM (4201413027)
HERDWIANSYAH
AL IRFAN (5201413031)
M. MIFTAKHUL HIDAYAT (5202413005)
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
Aktualisasi
Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
Di
Lingkungan Kampus
Makalah
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Pancasila
Dosen
Pembimbing Ibu Noviana Ahmad Putri
Disusun
oleh:
Aulia
Sindhu Widiastuti (7311413238)
Septiana
Ainun Na’im (4201413027)
Herdwiansyah
Al Irfan (5201413031)
M. Miftakhul Hidayat (5202413005)
Universitas
Negeri Semarang
2013
Kata
Pengantar
Assalamua’alaikum
wr.wb
Marilah kita panjatkan
puji syukur kepada Allah SWT atas
karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah yang berjudul
“Aktualisasi Pancasila sebagai Paradigma kehidupan bangsa Indonesia di Lingkungan
Kampus” ini khusus disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila.
Materi
disajikan secara sistematis sehingga mudah untuk dipelajari.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama Ibu Noviana Ahmad Putri selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan tugas dan teman-teman satu kelompok yang telah
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan atau belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna
penyempurnaan makalah ini.
Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pancasila
sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah salah satu
hasil budaya bangsa yang sangat penting. Pancasilapun harus diwariskan kepada
generasi muda bangsa berikutnya melalui pendidikan dan tindakan nyata di
lingkungan kampus. Tanpa usaha mewariskan Pancasila kepada generasi muda
khususnya mahasiswa di lingkungan kampus, Negara dan bangsa akan kehilangan
hasil budaya atau kultural yang sangat penting itu.
Pancasila
sebagai paradigma kehidupan di lingkungan kampus menjadi suatu acuan/pedoman
agar mahasiswa mempunyai sikap, perilaku Pancasila yang nantinya dapat sebagai
bekal untuk hidup di lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu,
makalah ini dibuat selain menjadi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila juga
sebagai sarana untuk belajar mengaktualisasi Pancasila di lingkungan kampus.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud Tri
Darma Perguruan Tinggi sebagai sarana
mencapai tujuan Perguruan Tinggi
1.2.2
Bagaimana penumbuhan
moral etika Pancasila di lingkungan kampus?
1.2.3
Bagaimana fungsi
mahasiswa dalam kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik?
1.2.4
Bagaimana peran
mahasiswa di masyarakat?
1.2.5
Mengapa kampus sebagai
kekuatan moral pengembangan hukum dan HAM?
1.3 Tujuan
dan Manfaat
1.3.1
Memahami dan mengerti
yang dimaksud dengan Tri Darma Perguruan Tinggi sebagai sarana mencapai tujuan
Perguruan Tinggi.
1.3.2
Memahami dan mengerti
penumbuhan moral etika Pancasila di lingkungan kampus.
1.3.3
Memahami dan mengerti
fungsi mahasiswa dalam kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik.
1.3.4
Memahami dan mengerti
peran mahasiswa di masyarakat.
1.3.5
Memahami dan mengerti
kampus sebagai kekuatan moral pengembangan hukum dan HAM.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tri Darma Perguruan Tinggi sebagai
sarana mencapai tujuan Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi
diselenggarakan dengan tujuan untuk:
1. Menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2. Mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta
mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.
Penyelenggarakan
kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud berpedoman pada:
1. Tujuan
pendidikan nasional;
2. Kaidah,
moral, dan etika ilmu pengetahuan;
3. Kepentingan
masyarakat, serta;
4. Memperhatikan
minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut perguruan tinggi menyelenggarkan kegiatan yang disebut dengan
Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni kegiatan yang terdiri dari:
1. Pendidikan,
merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan IPTEK, dan seni.
2. Penelitian,
merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep,
metodologi, model, atau informasi baru guna memperkaya IPTEK dan seni.
3. Pengabdian
kepada masyarakat, merupakan kegiatan yang memanfaatkan IPTEK dalam upaya
memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
Dengan penyelenggarakan
Tri Dharma Perguruan Tinggi keluaran yang diharapkan dari kegiatan tersebut
adalah:
a. Pendidikan
Lulusan perguruan
tinggi, serta peningkatan produktivitas masyarakat karena terlibatnya lulusan
dalam proses produksi.
b. Penelitian
Pengetahuan, ilmu dan
teknologi baru, serta nilai tambah (dalam arti luas)
Yang terjadi karena
penyebarluasan hasil penelitian.
c. Pengabdian
kepada masyarakat
Pengetahuan dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan di masyarakat serta peningkatan kepercayaan
dan kehendak masyarakat untuk melibatkan perguruan tinggi dalam masalah
pembangunannya.
2.2 Penumbuhan
Moral Etika Pancasila
Akhir-akhir ini di berbagai tempat timbul kerusuhan massa yang cenderung
brutal dikarenakan adanya kesenjangan sosial antara pemerintah pusat maupun
daerah.
Hal ini menimbulkan gejolak berupa gerakan pengacau keamanan bahkan
tuntutan untuk melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Apabila tidak
segera diatasi maka akan menyebabkan disintregrasi bangsa. Disini pula
dikarenakan hubungan social lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi,
kesadaran pemeliharaan lingkungan yang kurang, kurangnya kerjasama antar agama,
kurangnya penyadaran sosial, serta sentiment yang selalu ditutup-tutupi dengan
isi SARA.Yang justru menyebabkan meledaknya
kerusuhan di beberapa tempat. Padahal para pendiri bangsa telah mencontohkan
pada kita bagaimana cara mencipatakan situasi demokrasi melalui BPUPKI–PPKI
dengan melakukan perdebatan dan pemufakatan disaat-saat mempersiapkan
kemerdekaan. Bahkan saat proklamasi hingga pengesahan UUD 1945 mereka tetap
bersatu hingga Negara Republik Indonesia dapat diwujudkan.
Persoalan demokrasi bukan
hanya masalah yang menyangkut pengaturan kekuasaan Negara, melainkan juga
terkait cara hidup antar kelompok masyarakat yang sangat pluralis dimana
persoalan-persoalan sosial dapat dipecahkan secara bersama. Maka muncullah
pemikiran kearah desentralisasi pemerintahan yang kurang lebih sejalan dengan
perkembangan masyarakat modern dan demokratis. Namun terjadinya kerusuhan
dibeberapa tempat, kekejaman bahkan pembunuhan antar masyarakat etnis
bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Sebab bagi bangsa Indonesia
keanekaragaman etnis, agama, adat istiadat, wilayah yang begitu luas yang
konsekuensi logisnya, pluralisme, visi dan aspirasi yang beraneka ragam harus
diterima dan dihormati. Yang menjadi perhatian kita adalah mengatasi pluralisme
dari kerawanan menjadi asset nasional.
Cara mengatasinya yakni
dengan “Etika Pluralisme”, yakni etika yang mengajarkan sopan santun dalam
sikap dan mau menerima beda pendapat dalam musyawarah dan mufakat sebagai
penjelmaan demokrasi Pancasila.
Dengan demikian persatuan
dan kesatuan bangsa dapat diciptakan dan menghindari disintregrasi
bangsa.Sarana yang sangat strategis yakni dengan pendidikan Pancasila. Untuk
itulah maka revitalisasi nilai-nilai Pancasila serta moral etika Pancasila
harus terus-menerus dikembangkan.
1.
Tradisi Kebebasan
Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik.
A.
Kebebasan Akademik
Sejak universitas pertama
kali berdiri di Bologna (Italia), paham kebebasan yang selama itu dipegang oleh
gereja mulai digulirkan pada Universitas. Semua pimpinan agama memegang
kekuasaan, mengambil keputusan tentang kebenaran-kebebasan bagi masyarakat
melalui mimbar (excathedra). Pada masa itu kebenaran dan keadilan masih
dikendalikan oleh kesejajaran (juxtaposition) antara simpulan yang ditarik dari
tafsir agama dan yang merupakan hasil proses penalaran oleh para pemikir
(ilmuwan dan filosof) semakin diperlukan adanya batasan yang jelas.
Tidak jarang simpulan tersebut
menghasilkan pertentangan pandangan (contra position) dari apa yang telah
dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad pertengahan dapat
diamati suatu gejala empirik tentang kebebasan untuk mencapai kebenaran:
a.
Bahwa masyarakat ilmiah
perlu dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi.
b.
Sikap avveroisme (kelompok
ilmiah nasionalis yang berusaha melepaskan diri dari gereja ) semakin jelas
dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom dalam mencapai kebenaran.
c.
Otonomi perguruan tinggi
berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi itu bersifat conditio
sinequanon bagi kemajuan peradaban imu. Dalam hal ini segala
pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah pengertian
yang setara bagi kemajuan.
Kebebasan akademik dalam
hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat
diikuti oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa). Dalam hal ini sivitas
akademika akan menempuh jalur norma akademik, yang mencangkup serangkaian
langkah metodologis: penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai
kebenaran, analisis, dan simpulan.
B.
Kebebasan
Mimbar Akademik
Dalam perkembangan dan
penyelenggaraan otonomi kampus bagi perkembangan ilmu pengetahuan muncul
istilah kebebasan mimbar akademik, yaitu proses pengembangan ilmu
lewat kegiatan perkuliahan (mimbar akademik). Kebebasan mimbar akademik lebih
ditekankan pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan dalam laboratorium dan perpustakaan.
Media untuk pengembangan mimbar akdemik lebih ditekankan pada diskusi, seminar,
dan simposium. Dalam kegiatan ini dosen dan mahasiswa akan berada dalam suatu
pola interese, yaitu berada pada satu tatanan bahasa yang bersifat setara (VIS
a VIS) namun dosen tetap pada posisi pemegang mimbar (ex cathedra). Posisi
pemegang mimbar utama adalah guru besar (professor). Ia memiliki otoritas
sebagai pengembang ilmu karena telah bergelar doctor.
Suria Sumantri (1986: 27)
menyebut mahasiswa sebagai setengah ilmuwan,yaitu mahasiswa belum
memiliki kewibawaan penuh pemegang otoritas dalam kegiatan ilmu. Fungsi mahasiswa
menjadi cukup strategis dalam kegiatan keilmuan yang mengarah pada perkembangan
peradaban manusia dan teknologi. Pertama, pada proses pengembangan ilmu
mahasiswa, mahasiswa merupakan pelaku muda (colega minor)yang sedang belajar
dan mengalami bimbingan dari dosen (colega mayor). Mahasiswa akan mengalami
pendewasaan diri sebagai ilmuwan. Kedua, pada proses pengembangan ilmu,
mahasiswa merupakan pelaku muda yang pada umumnya sedang mengalami bimbingan
dari para dosen. Dalam hal ini mahasiswa sering kali memerlukan media tukar
pendapat, dialog kritis untuk saling memberi masukan.
2.3 Peran Mahasiswa dalam Masyarakat
Dalam Peraturan Pemerintah RI No.30 tahun 1990 mahasiswa
adalah peserta didik yang
terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang
yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi
dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.
Mahasiswa
merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena
ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau
cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan
berbagai predikat
Mahasiswa dapat dikatakan sebagai sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat yang dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada
sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh
kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa
dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu
kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa,
tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya
sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa
itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan
pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat,
namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat.
Berikut ini
beberapa peran mahasiswa dalam masyarakat :
1.
Agent
Of Change ( Generasi Perubahan )
Mahasiswa sebagai agen
dari suatu perubahan artinya jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan
sekitar dan itu salah, mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan
harapan sesungguhnya. Dengan harapan bahwa suatu hari mahasiswa dapat
menggunakan disiplin ilmunya dalam membantu pembangunan Indonesia untuk menjadi
lebih baik ke depannya.
Mahasiswa adalah salah satu harapan suatu bangsa agar bisa berubah ke arah
lebih baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa dianggap memiliki intelek yang cukup
bagus dan cara berpikir yang lebih matang, sehingga diharapkan dapat menjadi
jembatan antara rakyat dengan pemerintah.
2.
Social Control ( Generasi Pengontrol )
Sebagai generasi pengontorol seorang mahasiswa diharapkan mampu
mengendalikan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain
pintar dalam bidang akademis, mahasiswa juga harus pintar dalam bersosialisasi
dan memiliki kepekaan dengan lingkungan. Mahasiswa diupayakan agar mampu
mengkritik, memberi saran, dan memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah
tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa, memiliki kepekaan, kepedulian,
dan kontribusi nyata terhadap masyarakat sekitar tentang kondisi yang
teraktual. Asumsi yang kita harapkan dengan perubahan kondisi sosial masyarakat
tentu akan berimbas pada perubahan bangsa. Intinya mahasiswa diharapkan
memiliki sense of belonging yang
tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Tugas
inilah yang dapat menjadikan dirinya sebagai harapan bangsa, yaitu
menjadi orang yang senantiasa mencarikan solusi berbagai problem yang sedang
menyelimuti mereka.
3. Iron Stock (
Generasi Penerus )
Sebagai tulang punggung bangsa di
masa depan, mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki
kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi
sebelumnya di pemerintahan kelak. Intinya mahasiswa itu merupakan aset,
cadangan, harapan bangsa untuk masa depan bangsa Indonesia . Tak dapat
dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu
ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh
karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan
kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak
dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam hal ini mahasiswa diartikan sebagai cadangan masa depan. Pada saat
menjadi mahasiswa kita diberikan banyak pelajaran, pengalaman yang suatu saat
nanti akan kita pergunakan untuk membangun bangsa ini.
4. Moral Force ( Gerakan Moral )
Mahasiswa sebagai penjaga stabilitas lingkungan masyarakat, diwajibkan
untuk menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar terjadi hal-hal
yang menyimpamg dari norma yang ada, maka mahasiswa dituntut untuk merubah dan
meluruskan kembali sesuai dengan apa yang diharapkan. Mahasiswa sendiripun
harus punya moral yang baik agar bisa menjadi contoh bagi masyarakat dan juga
harus bisa merubah ke arah yang lebih baik jika moral bangsa sudah sangat
buruk, baik melalui kritik secara diplomatis ataupun aksi.
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa
disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan
dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis,
dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan
lain sebagainya. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat
berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala
pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan
sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat,
dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis
masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang
terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam
menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan
sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan
berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan
pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu
tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai
kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara
idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela
idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat
kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan
idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya
kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan
harga BBM beberapa bulan yang lalu.
2.4 Kampus
sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kampus
merupakan wadah atau tempat di mana mahasiswa menuntut ilmu
pengetahuan. Perguruan tinggi yang umumnya biasa kita sebut itu tentu di
dalamnya tidak lepas dari peran mahasiswa yang merupakan objek utama yang
dijadikan hal pokok dalam permasalahan ini.
Masyarakat
kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif,
tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada
kesejahteraan manusia. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh
tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan
mulia. Oleh karena itu, dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah
kebenaran yang bersumber pada ke-Tuhanan dan kemanusiaan.
Kampus
Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa Indonesia
melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk
mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-
undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena
itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang
demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok
untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang
hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis,
maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tatib hukum
Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai dengan tatib hukum
Indonesia. Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum
positif Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai
bagi pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap
No. III/MPR/2000. namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum
dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia
nilai pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus
bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada
harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia
(sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang
bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan
nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V). Selain itu,
tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan
realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan sumber materi dalam
penyusunan dan pengembangan hukum.
Kampus
Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Dalam penegakan hak asasi manusia
tersebut, mahasiswa
sebagai kekuatan moral harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan
kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan
politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan
internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari
bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan
oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja
ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam
menegakkan hak asasi seringkali kurang adil. Misalnya kasus pelanggaran di Timor-timur, banyak kekuatan yang mendesak untuk mengusut dan mernyeret bangsa
sendiri ke Mahkamah Internasional. Namun, ratusan ribu rakyat kita. Seperti
korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada kelompok yang mau
memperjuangkannya. Padahal hak asasi mereka sudah diinjak-injak, jelaslah
kejadian serta menderitanya mereka sama. Akan tetapi tetap tidak ada yang mau
menolong.
Jadi, marilah kita sebagai
mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa
kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari
reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita
merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi
masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari
detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan
nilai-nilai Pancasila dalam
setiap perilaku kita.
Dimanapun, dan pada siapapun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aktualisasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan
Bangsa Indonesia di lingkungan kampus menjadi suatu acuan/pedoman agar mahasiswa mempunyai
sikap dan perilaku Pancasila yang nantinya dapat sebagai bekal untuk hidup di
lingkungan masyarakat.
Saran
Sebelum kita terlampau
melangkah jauh, menyisakan jejak yang tidak pantas bagi seorang mahasiswa.
Marilah kita kembali pahami arti dari keberadaan pancasila itu sendiri. Serta
kita harus sadar diri, bahwa kitalah yang akan memegang Negara kita ini. Maka
dari itu, mulai saat ini, biasakanlah berprilaku, bertindak bahkan menganbil
keputusan dengan jiwa pancasila kita. Karena dengan itulah, akan terwujud
bangsa yang makmur serta tujuan Negara akan mudah dicapa
DAFTAR
PUSTAKA
Soegito A.T,
dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang: Unnes Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar